Thursday, 19 March 2015

SEJARAH HIZBUL WATHAN




SEJARAH SINGKAT PANDU HIZBUL WATHAN
DETIK DETIK LAHIRNYA HW
Pada suatu hari (Ahad) KH. Ahmad Dahlan memanggil beberapa guru Muhammadiyah : Bp. Somodirdjo (Mantri Guru Standart School Suronatan), Bp. Syarbini dari sekolah Muhammadiyah Bausasran dan seorang lagi dari Sekolah Muhammadiyah Kota Gede.
KH. Ahmad Dahlan berkata kira-kira demikian :
“Saya tadi pagi di Solo sepulang dari Tabligh sampai di muka Pura Mangkunegaran di alun-alun Surakarta melihat anak-anak baris-berbaris, sebagian bermain-main, semuanya berpakaian seragam, baik sekali! Apa itu??”.
Bp. Somodirjo menjelaskan bahwa itu adalah Pandu Mangkunegaran yang namanya JPO (Javaanche Padvinderij Organisatie) ialah suatu gerakan pendidikan anak-anak diluar sekolah dan rumah.
Mendengar keterangan tersebut KH. Ahmad Dahlan menyambut :
“Alangkah baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk leladi menghamba kepada Allah, selanjutnya beliau mengharap kepada para guru untuk mencontoh gerakan pendidikan itu”.
Bp. Somodirdjo dan Bp. Syarbini mempelopori mengadakan persiapan – persiapan akan mengadakan gerakan pendidikan untuk anak-anak diluar sekolah dan rumah. Mula-mula yang digerakkan untuk latihan adalah para guru-guru sendiri dulu. Pendaftaran dimulai dan latihan pun diadakan di SD Muhammadiyah Suronatan tiap Ahad Sore. Latihan meliputi baris-berbaris, bermain tambur dan olahraga, kemudian ditambah dengan PPPK dan kerohanian. Bp. Syarbini adalah seorang pemuda yang pernah mendapat pendidikan kemiliteran melatih baris-berbaris. Banyak pemuda yang tertarik sehingga pengikut latihan semakin banyak. Akhirnya diadakan penggolongan yakni golongan dewasa dan anak-anak.

PADVINDER MUHAMMADIYAH
Tahun 1918 adalah saat Gerakan Hizbul wathan melangkahkan langkahnya yang pertama dengan nama Padvinder Muhammadiyah. Nama tersebut semakin populer. Untuk pengawasan Gerakan padvinder Muhammadiyah ini diserahkan kepada Muhammadiyah bagian sekolahan. Oleh Muhammadiyah bagian sekolahan tersebut dibentuklah pengurus sebagai berikut :
Ketua : H. Muchtar
Wakil Ketua : H. Hadjid
Sekretaris : Somodirdjo
Keuangan : Abdul Hamid
Organisasi : Siradj Dahlan
Komando : Sjarbini dan Damiri
Untuk memajukan gerakan tersebut, direncanakan akan mengadakan studi ke JPO Solo. Agar kunjungan ke JPO Solo tersebut meriah, bagian sekolahan mengusahakan uniform, kemeja drill kuning dan kemeja drill biru, sedang untuk setangan leher untuk mudahnya menggunakan kacu yang banyak dijual ialah kacu merah berbintik hitam.
Kedatangan Padvinder Muhammadiyah menggemparkan kota Solo. Di lapangan mangkunegaran diadakan demonstrasi-demonstrasi dan macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder Muhammadiyah mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam kunjungan ke JPO Solo.

NAMA HIZBUL WATHAN
Sepulang dari kunjungan ke JPO Solo tersebut dibicarakan nama dari Padvinder Muhammadiyah. Di rumah Bp. H. Hilal Kauman, RH. Hadjid mengajukan nama yang dianggap cocok pada waktu itu yaitu HIZBUL WATHAN, yang berarti Pembela Tanah Air. Hal ini mengingat adanya pergolakan-pergolakan di luar negeri maupun di dalam negeri yaitu masa berjuang melawan penjajah Belanda.
Nama HIZBUL WATHAN sendiri berasal dari nama kesatuan tentara Mesir yang sedang berperang membela tanah airnya. Dengan kata sepakat nama HIZBUL WATHAN dipakai mengganti nama “Padvinder Muhammadiyah“ tahun 1920.
Kejadian itu bertepatan dengan peristiwa akan turunnya dari tahta Paduka Sri Sultan VII di Yogyakarta. Untuk turut menghormat dan akan ikut mengiringkan pindahnya Sri Sultan VII dari keraton ke Ambarukmo, diadakan persiapan-persiapan dam latihan. Pada tanggal 30 Januari 1921 barisan HW keluar turut mengiringkan Sri Sultan VII pindah dari keraton ke Ambarukmo. Keluarga HW mendapat penuh perhatian dari khalayak ramai. Dari saat itulah HW terkenal pada umum. Hal ini ditambah lagi sesudah beberapa hari kemudian HW berbaris dalam perayaan penobatan Sri Sultan VIII. Perayaan diadakan di alun-alun utara Yogyakarta. HW turut pula dengan mengadakan demonstrasi dimuka panggung dimana Sri Sultan VIII dengan para tamu menyaksikannya.
HW telah menjadi buah bibir masyarakat. Demikianlah uniform HW mulai dikenal masyarakat. Maka tidak heranlah, kalau kadang-kadang kalau ada anak Belanda atau Cina berpakaian Padvinder (NIPV) dikatakan : “Lho, itu ada HW Landa, Lho itu ada HW Cina”, yang sebetulnya yang dimaksud adalah Padvinder NIPV, bahkan setiap ada anak berpakaian pandu selalu dikatakan Pandu HW.
Pada tanggal 13 Maret 1921 KH. Fachrudin menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya yang diantar oleh barisan Pandu HW dan Warga Muhammadiyah sampai Stasiun Tugu Yogyakarta. KH. Fachrudin sempat berpesan didepan anggota-anggota HW dengan menanamkan anti penjajah pada anak HW :
“Tongkat-tongkat yang kamu panggul itu pada suatu ketika nanti akan menjadi senapan dan bedil”
Pesan KH. Fachrudin itu ternyata benar, karena beberapa tahun kemudian banyak anggota HW yang memegang senjata pada Zaman Jepang dengan memasuki barisan PETA (Pembela Tanah Air) seperti : Suharto (Presiden), Sudirman (Panglima Besar TNI), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus Anis, dll.
Pesatnya kemajuan HW rupaya mendapat perhatian dari NIPV (perkumpulan kepanduan Hindia belanda sebagai cabang dari kepanduan di Negeri Belanda(NPV)). Pada waktu itu gerakan kepanduan yang mendapat pengakuan dari Internasional hanyalah yang bergabung dalam NIPV tersebut.

HW MENOLAK BERGABUNG DENGAN NIPV
M. Ranelf seorang pemimpin dari NIPV dan yang memegang perwakilan NPV telah datang di Yogyakarta menemui pimpinan HW, mengajak supaya HW masuk ke dalam organisasi NIPV. Usaha-usaha Ranelf selaku komisaris NIPV tiada hentinya untuk menarik HW menjadi anggota NIPV sehingga ketika Konggres Muhammadiyah tahun 1926 di Surabaya, ia mengikuti Konggres Muhammadiyah dari awal sampai dengan selesai.
Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di Yogyakarta oleh wakil NIPV, mengajak HW masuk kedalam organisasi NIPV. HW mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh Padvinder. Adapun HW jika dikatakan itu bukan Padvinder, bagi HW tidak keberatan. HW adalah Hizbul Wathan, mau dikatakan itu padvinder atau bukan terserah yang mau mengatakannya.
KH. Fachrudin mengetahui bahwa NIPV merupakan kepanduan yang bersifat ke Belanda an dan merupakan alat dari penjajah Belanda, sehingga ajakan tersebut ditolak HW. Alasan HW menolak ajakan tersebut karena HW sudah mempunyai dasar sendiri yaitu Islam, dan HW sudah mempunyai induk sendiri yaitu Muhammadiyah. Sesuai dengan induknya HW bersemangat anti penjajah, HW tidak dapat diatur menurut aturan NIPV.

HW PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
Pada permulaan jaman Jepang HW masih nampak kegiatannya, bahkan ikut pawai yang diadakan oleh Jepang dalam rangka merayakan UlangTahun Tenno Heika, sedangkan yang memimpin pawai tersebut Bp. Haiban Hadjid. HW terpilih untuk ikut serta dalam pawai tersebut karena HW dalam baris-berbaris terkenal bagus dibandingkan dengan kepanduan lainnya. Oleh karena itu pandu-pandu dari organisasi lain memberi identitas HW sebagai PANDU MILITER.
Kepanduan pada permulaan perndudukan Jepang namapknya akan mendapat kesempatan hidup terus. Namun tidak lama kemudiansecara terang-terangan Jepang melarang berdirinya organisasi-organisasi kepanduan serta pergerakan lainnya.
Sehingga semua pandu-pandu di Indonesia tidak aktif dari kegiatannya.

PADA MASA KEMERDEKAAN
Sesudah proklamasi kemerdekaan timbullah keinginan untuk menghidupkan kembali organisasi kepanduan Indonesia. Sedang bentuk dan sifatnya harus sesuai dengan keadaan, yakni suatu organisasi kepanduan yang bersatu meliputi seluruh Indonesia dan tidak terpecah belah.
Pada akhir bulan September 1945 di Balai Mataram Yogyakarta berkumpullah beberapa orang pemimpin pandu. Dari HW hadir Bp. M. Mawardi dan Bp. Haiban Hadjid.
Pada tanggal 27 – 29 Desember 1945 diadakan konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia yang hadir lebih kurang 300 orang. Termasuk utusan dari HW. Dalam konggres ini dengan suara bulat diputuskan membentukPANDU RAKYAT INDONESIA.
Anggota pengurus Kwartir Besar Pandu Rakyat Indonesia antara lain : Dr. Mawardi (KBI), Hertog (KBI), Abdul Ghani (HW), Jumadi (HW).
Tahun 1948 terjadilah aksi polisionil ke 2, Belanda mendudukiYogyakarta, Ibu Kota RI.
Konggres pandu Rakyat kedua diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 20 sampai dengan 22 Januari 1950. Keputusan-keputusan yang dihasilakn dalam konggres Pandu Rakyat Indonesia yaitu antara lainmenerima konsepsi baru yang memberi kesempatan kepada bekas pemimpin pandu untuk menghidupkan kembali organisasinya masing-masing.

AMANAT PANGSAR JENDERAL SUDIRMAN
Pada hari Ahad Legi 19 Desember 1948 Belanda menyerbu dan menduduki Ibu Kota RI Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa pemimpin Indonesia lainnya, tetapi bukan berarti RI telah jatuh. Pangsar Jenderal Sudirman (Pandu HW) meskipun dalam keadaan sakit beliau pantang menyerah, keluar kota untuk memimpin perang gerilya.
Pada tanggal 29 Juni 1948 Belanda meninggalkan Yogyakarta dan masuklah tentara RI ke Yogyakarta, yang kemudian terkenal dengan Yogya Kembali. Pangsar Jenderal Sudirman masih dalam keadaan dan dirawat di RS Magelang.
M. Mawardi dan beberapa orang wakil dari Muhammadiyah menengok di RS Magelang. Pada saat itu Jenderal Sudirman mengamanatkan kepada Mawardi selaku Wakil Muhammadiyah agar Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan tempat pendidikan untuk CINTA TANAH AIR didirikan lagi. Di samping itu juga untuk melanjutkan tujuan semula pendirian HW yaitu : sebagai kader Muhammadiyah dalam penyebaran agama Islam. Dikatakan bahwa HW merupakan tempat yang baik untuk mendidik anak-anak Muhammadiyah agar kelak menjadi seorang pejuang yang cinta tanh air dan sekaligus taat pada agama. Oleh karena itu dianjurkan pada warga Muhammadiyah agar jangan ragu-ragu lagi untuk mendidik putra-putrinya melalui Kepanduan HW.

APEL PERESMIAN BERDIRINYA KEMBALI HW
Untuk melaksanakan amanat Pangsar Jendral Sudirman pada sore hari tanggal 29 Januari 1950 secara simbolis HW mengadakan apel yang dipimpin oleh Bp. Haiban Hadjid untuk meresmikan berdirinya kembali kepanduan Hizbul Wathan, dan pada malam harinya Pangsar TNI Jenderal Sudirman wafat. Oleh karenanya pada waktu itu ada semboyan :
“HW BANGKIT UNTUK MELANJUTKAN KEPEMIMPINAN JENDERAL SUDRIMAN”
Setelah HW resmi berdiri lagi banyaklah anggota Pandu Rakyat yang dulu juga pandu HW masuk kembali ke dalam Hizbul Wathan.

MAJELIS HW
Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan organisasi bagian Muhammadiyah dalam struktur organisasinya tidak dapat dipisahkan dari Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis HW disingkat dengan Majelis HW adalah suatu badan pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang diserahi tugas melaksanakan Pimpinan, usaha Muhammadiyah dalam bidang Ke HW an. Majelis HW adalah sebagai Kwartir Besar HW dan mempunyai Pimpinan langsung ke bawah tingkat daerah, cabang. Anggota Majelis HW terdiri dari anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tentang HW. Mereka ditetapkan dan diberhentikan oleh PP Muhammadiyah.

MAJELIS HW TAHUN 1961
Ketua : MH. Mawardi
Wk/Kb Umum : R. Haiban Hadjid
KB Bag. Lab : HAG Dwidjosuparto
KB Penghela : R. Subiso Sastrowarsito
KB Pengenal : H. Suroso
KB Athfal : Donowardoyo
KB Bag. Latihan : Otong Muchsin
KB Perw. Jakarta : KH. Mansur
Anggota : R. Dawam Marzuki
Bendahara : Hirmas
Sekretaris I : H. Amien Luthfie
Sekretaris II : Achmad Sumitro, BSc
Sekretaris III : Rofiq JA
Pustaka :
Buku Kenang-Kenangan
Reuni Pandu HW Wreda
di Yogyakarta, 14 Januari 1996



KEBANGKITAN HW

DASAR PEMIKIRAN KEBANGKITAN KEMBALI 
GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN


1. LATAR BELAKANG SEMANGAT KEBANGKITAN

Dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dinyatakan dalam deklarasinya pada tanggal 18 Nopember 1999 atau tanggal 10 Sya’ban 1420 H di Yogyakarta bukan tanpa alasan. Semangat kebangkitan kembali ini telah lama terpèndam, bahkan gaungnya sudah muncul sejak Muktamar Muhammadiyah di Surabaya (1980), di Solo (1985), di Yogyakarta dengan visualisasi pawai alegoris Pandu HW (1990), hingga bergaung pula ketika Muktamar di Aceh (1995).

Kemudian secara nyata semangat kebangkitan ini tercurah pada saat diadakannya reuni nasional Pandu Hizbul Wathan di pada tanggal 21. sd 23 Maret 1996 dihadiri oleh para Pandu HW Wreda dan ada pula perwakilan dari mantan Pandu NA. Sernangat ini ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan rutin para Pandu Wreda HW dan NA yang membahas perlunya dibangkitkannya kembali Kepanduan HW dengan mempertimbangkan konsep baru yang selaras dengan kondisi generasi muda masa kini. Akhirnya semangat kebangkitan kembali Pandu HW ini melahirkan persiapan secara formal yang secara kronologis prosesnya sebagai berikut :

Proposal Kebangkitan Kembali Kepanduan HW disampaikan dan dibicarakan dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang pada bulan Juli 1998.

Sidang Pleno PP Muhammadiyah bulan September 1998. membahas tentang perlunya Kepanduan HW diaktifkan lagi.

Pengurus Pandu Wreda HW dan NA memenuhi undangan temu muka dengan Pengurus PP Muhammadiyah bulan Mei 1999.

Sarasehan dan Lokakarya Nasional yang diselenggarakan di Kampus Universitas Achmad Dahlan Yogyakarta pada tanggal 24 — 25 lull 1999 atau tanggal 11 — 12 Rabiu’tsani 1420 H membicarakan kebangkitan kembali Gerakan Kepanduan HW.

Pertimbangan Kebangkitan Semangat kebangkitan membuahkan pemikiran-pemikiran para anggota Pandu Wreda HW dan NA yang direalisasikan dalam pertemuan-pertemuan memperbincangkan tentang kemanfaatan, kendala, untung-rugi, sumber daya manusia, struktur organisasi, semangat juang insan HW dan NA, respon warga Muhammadiyah dan masyarakat, serta pemikran tentang apa yang harus dilakukan setelah bangkit kembali. Acuan pemikiran bersumber pada bukti sejarah perjalanan. Kepaduan HW, rekaman pengalaman para pemeran Pandu HW dan NA tempo dulu, fakta keberhasilan para tokoh mantan Pandu HW dan NA dalam pemerintahan/ lembaga negara/ masyarakat/ bidang pendidikan pada saat ini serta tantangan kehidupan kaum muda dewasa ini. Selain itu juga evaluasi terhadap eksistensi Pramuka masa kini, khususnya di lingkungan pendidikan sekolah Muhammadiyah, melalui basis pengamatan para pemerhati selama ini

2. KEBANGKITAN KEMBALI KEPANDUAN HW

Pertimbangan pemikiran tentang perlunya Gerakan Kepanduan HW dibangkitkan (diaktifkan) kembali telah melalui proses yang cukup lama. Di situ perlu dikemukakan beberapa hal sebagal hasil kajian pemikiran untuk menjawab beberapa permasalahan :

Tantangan zaman bagi generasi penerus/kader Muhammadiyah pada masa kini.

Eksistensi Gerakan Pramuka di sekolah Muhammadiyah.

Bukti sejarah tentang keberhasilan pendidikan kader Muhammadiyah melalui Kepanduan HW/ NA.

Gerakan Kepanduan HW sebagai wahana pcndidikan untuk melengkapi khasanah model dan bentuk pembinaan kader Muhammadiyah dan kader pemimpin bangsa untuk masa depan.

Era Reformasi adalah era demokrasi dan era pembenahan moral bangsa.

Penjelasan :

a. Tantangan Zaman bagi Generasi Penerus

Lajunya perkembangan IPTEK dan budaya globalisasi di samping memberikan pengaruh pada kemajuan dunia secara positif, ternyata juga memberikan dampak negatif pada kehidupan umat yang berimbas terhadap kehidupari kaum muda sebagai generasi penerus bangsa. Kemajuan teknologi di satu sisi untuk menunjang kesejahteraan hidup umat manusia ternyata dari sisi lain bahkan dapat membuat terpuruknya sebagian dari masyarakat yang lain. Majunya dunia pendidikan untuk memberdayakan bangsa dalam mengejar kemajuan zaman ternyata semakin mahal dan semakin sulit untuk dapat diraih oleh golongan masyarakat bawah. Lapangan kerja yang tersedia ternyata tak mampu menampung kaum muda yang telah menyelesaikan studinya di suatu jenjang pendidikan. Corak kehidupan yang mengharuskan umat selalu dalam keadaan persaingan, perebutan, dan perpacuan ternyata belum dapat memberikan keseimbangannya, dalam memenuhi kebutuhan antara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, cita-cita dan kenyataan, sehingga mengakibatkan kaum muda memiliki rasa kecemasan dan kebimbangan untuk menghadapi masa depannya. Bagi kaum muda yang kurang memiliki kepercayaan diri dan tidak memiliki sikap kemandirian (karena kurang banyak diperkenalkan kepada latihan dan pengalaman hidup yang demikian) akan cenderung menempuh jalan pintas untuk memperoleh kepuasan diri dengan tindakan melarikan diri dari alam nyata ke alam maya, atau melakukan tindakantindakan penyelewengan yang tidak etis dan bahkan dapat melakukan perilaku yang tidak bermoral. Kaum muda dari kalangan keluarga Muhammadiyah khususnya, dan kalangan kaum muslimin pada umumnya akhirnya pun dapat terimbas oleh karakter kehidupan masyarakat yang demikian apabila tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Kesibukan kehidupan modern dewasa ini membuat orang tua kurang dapat mengawasi dan membimbing anggota keluarganya secara rnaksimal. Pergaulan di luar rumah/ keluarga baik itu di sekolah maupun di masyarakat kaum muda sudah demikian ragamnya sehingga banyak memberikan pengaruh pada perilakunya. Hal ini apabila mereka tidak cermat dalam mempertimbangkannya, dan tidak dengan kesadaran yang mapan niscaya akan dapat mengakibatkan kesalahan dalam memilihnya Akibatnya mereka akan memperoleh pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya kelak. Dengan keadaan yang demikian maka terhadap kondisi generasi penurus tersebut dapat diajukan beberapa pertanyaan untuk direnungkan bersama:
1) Masihkah mereka dapat diharapkan untuk menjadi generasi penerus kita?
2) Masihkah mereka memiliki kebanggaan untuk menjadi kader Muhammadiyah dan kader pemimpin umat?
3) Masih adakah peluang untuk memberikan kesempatan bagi mereka belajar mencintai Muhammadiyah, mengenal amal usaha Muhammadiyah, dan menyiapkan diri menjadi kader Muhammadiyah?
4) Bagaimana usaha membawa mereka kepada kesadaran dan kesiapan sebagai generasi penerus kita?
Jawabnya: “Apa salahnya bila Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang mampu melibatkan hampir semua kelompok usia, jeujang pendidikan, dan tingkat golongan masyarakat, serta mampu memberikan pelatihan kemandirian bagi kaum muda, dijadikan alternatif dalam melengkapi wahana pendidikan kader tersebut”.

b. Eksistensi Gerakan Pramuka di Sekolah Muhammadiyah

Sebenarnya keberadaan gerakan kepanduan seperti halnya Pramuka di pangkalan sekolah tidaklah perlu dipersoalkan asalkan tidak meninggalkan karakter kepanduannya (scouting). Apabila sekolah dipandang sebagal fasilitas arena/ tempat, dengan pertimbangan sebagai sarana lahan yang dapat menampung kegiatan sejumlah anggotanya untuk bergerak bermain, berlomba, berlatih keterampilan kepanduan (mengingat sarana medan latihan di banyak daerah saat ini tidak selalu mudah didapat karena padatnya pemukiman), serta menjadi fasilitas praktis untuk menghimpun dan menarik minat anggotanya yang didasari oleh kesukarelaan, maka hal itu masih dinilai tidak merusak citra kepanduan. Barulah kita menganggap hal itu menyeleweng dari asas kepanduan apabila gerakan tersebut di sekolah telah terlibat dalam bidang akademiknya, administrasinya serta birokrasinya, sehingga karakter kesukarelaanya menjadi luntur. Melihat kenyataan yang ada pada saat ini kita semua dapat mencermatinya. Seandainya Gerakan Pramuka pada saat ini masih kita anggap tepat diselenggarakan sebagai bagian dari kegiatan sekolah (terutama di lingkungan sekolah Muhammadiyah), marilah kita renungkan pertanyaan-pertanyaan ini :
1) Apa bedanya kegiatan Pramuka di sekolah Muhammadiyah dengan di sekolah Islam sekolah umum lainnya?
2) Mampukah secara efektif kegiatan Pramuka di sekolah Muhammadiyah menyiapkan kader penerus Muhammadiyah?
3) Seberapa besar kemungkinan mendapatkan legalitas Gerakan Pramuka di lingkungan sekolah Muhammadiyah digunakan sebagai media pendidikan ke-Muhammadiyahan seperti halnya Kepanduan HW?
4) Seberapa besar partisipasi dan kepedulian tokoh Muhammadiyah dalam memikirkan muatan visi dan misi Muhammadiyah dalam gerakan Pramuka di lingkungan sekolah Muhammadiyah?
5) Berapa banyak pembina Pramuka di sekolah Muhammadiyah yang memiliki dedikasi terhadap Muhammadiyah dan mampu memanfaatkan gerakan Pramuka sebagai wahana pendidikan ke-Muhammadiyahan?

Apabila jawabannya cenderung menggambarkan :

1). Sama saja, tidak jelas bedanya.
2). Ragu-ragu.
3). Kemungkinannya kecil mengingat Gerakan Pramuka bersifat nasional dan merupakan satu-satunya gerakan bersifat kepanduan di Indonesia RI No. 238 Th 1961 tanggal 20 Mei 1961).
4). Boleh dikata tidak ada secara organisatoris yang ada adalah kepedulian oknum Muhammadiyah yang jumlahnya tidak banyak.
5). Secara individu boleh dikata lumayan ada, tetapi belum mampu ataupun tidak berkesempatan memanfaatkan gerakan Pramuka ini scbagai wahana pendidikan ke- Muhammadiyahan melalui pengalaman kehidupan seperti halnya Gerakan Kepanduan HW maupun NA, karena kebanyakan mereka para pembina belum pernah mengalami dan menghayati aktifitas Kepanduan HW/NA secara nyata.

Jika yang terjadi kenyataannya seperti tersebut dalam jawaban hasil renungan itu, maka dengan demikian dari segi pcmbinaan umat dan kader-kadernya Muhammadiyah sangat merugi. Jika kita tetap berfikir bahwa pembinaan kader penerus amal usaha Muhammadiyah adalah juga pembinaan kader pemimpin bangsa, maka dengan hilangnya pendidikan melalui sistem Kepanduan HW, berarti Muhammadiyah telah kehilangan wahana pendidikan yang efektif.

Dengan respon terhadap kenyataan itu maka sangat ariflah apabila kita berfikir akan pentingnya diaktifkannya kembali Gerakan Kepanduan HW, meskipun masih bermakna kepentingan bagi keluarga Muhammadiyah sendiri, yang sebenarnya pada hakikatnya adalah juga untuk kepentingan negara dan bangsa.

c. Bukti Sejarah tentang Keberhasilan Pendidikan melalui Kepanduan HW/ NA

Kenyataan membuktikan bahwa Gerakan Kepanduan HW masa lalu telah berhasil mencetak putera-puteri terbaiknya tampil menjadi pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat, bahkan yang hingga kini masih nyata berperan baik di lembaga pemerintahan/ negara maupun di masyarakat. Tanpa mengurangi penghargaan kepada yang lain jika di sini kita sebutkan sosok almarhum Sudirman yang hingga memperoleh penghargaañ negara sebagai Panglima Besar TNI. Sampai detik inipun para beliau yang masih memegang tampuk pernerintahan, maupun sebagai tokoh masyarakat, rnasih memiliki rasa kebanggaan tersendiri bila menyebutkan dirinya adalah mantan Pandu HW.

Jika kita bergaul lebih dekat dengan para pemeran dalam kegiatan Kepanduan HW masa lalu yang pada saat ini masib dikaruniai usia panjang, meskipun mereka sudah renta dari segi fisik tetapi masih memiliki semangat hidup yang tinggi untuk selalu berusaha melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan amalan Muhammadiyah yang bersifat keikhlasan sesuai dengan kondisi dan kemampuan bidangnya masing-masing. Walaupun ini berupa kebanggaan nostalgia, tetapi ini adalah merupakan salah satu bukti keberhasilan pendidikan dalam Kepanduan HW. Masih banyak di antara mereka yang saat ini masih mampu menjabat salah satu bagian dari kepengurusan Muhammadiyah baik di tingkat yang paling bawah, maupun di tingkat yang lebih tinggi.

Beberapa peristiwa yang dapat kita hayati dan ungkapan yang memberikan rasa haru serta bangga yang pernah dilontarkan oleh beberapa orang anggota Pandu Wreda HW sebagai bukti semangat juang hasil pendidikan Pandu HW antara lain:

“Meski kita telah wreda, tetapi harus tetap berdaya”

Ungkapan terlontar ketika menjelang reuni oleh salah seorang anggota pada saat rembug panitia. Yang akhirnya diabadikan dalam Hymne HW Wreda.

“Aku arep terus melu baris aku isih kuwat”

“Aku akan terus ikut berbaris, akau masih kuat.”

Ungkapan ini tercetus ketika menjawab himbauan saya, mengingat usia beliau sudah lebih dari 75 tahun, untuk ikut naik kendaraan ketika diadekan pawai rnenyemarakkan reuni nasional HW dari Stadion Mandala Krida ke Gedung PP Muhammadiyah, dan beliau berhasil sampai finish. Beliau pada saat ini telah almarhum.

“Mumpung aku isih urip, aku cak tetep melu main genderang terompet”

(Senyampang aku masih hidup, aku tetap ikutbermian genderang terompet) Ungkapan tercetus ketika minta diijinkan ikut dalam pawai alegoris dalam karnaval peringatan HUT Kemerdekaan RI sebagai salah satu anggota Pasukan Genderang Terompet HW Wreda. Beliau sudah berusia 80 tahun, dan saat makalah ini ditulis beliau masih hidup.

Siapa yang tidak kenal dengan sesepuh Pandu HW Bp. Donowardoyo (alm) yang dikenal dengan narna populernya Pak Don dari Klaten, Jawa Tengah. Meski ketika HW telah berusia sekitar 90 tahun tetapi justru rmasih bersemangat dan aktif membina kaum jompo dengan memberikan ketrampilan untuk hidup.

Sudah barang tentu kami percaya masih akan banyak lagi dapat diungkapkan bukti keberhasilan Muhammadiyah dalam mendidik kader-kadernya melalui Gerakari Kepanduan HW seperti yang dapat kita lihat di Kudus, Ajibarang, Garut, Jakarta, Jawa Timur, Ujung Pandang (Makasar), di wilayah Sumatera dan wilayah-wilayah lainnya. Yang kita rindukan bukan sekedar kenangan Pandu HW dan NA tempo dulu, tetapi bangkitnya kembali Gerakan Kepanduan HW masa kini dan masa depan.

d. Gerakan Kepanduan HW sebagai Bentuk Pendidikan Kader Muharnmadiyah

Dengan mencermati apa yang telah dikemukakan di depan, maka dalam mengatitisipasi situasi dan kondisi umat pada saat ini sesuai dengan tugas amalan dan usaha Muhamrnadiyah, maka dipandang perlu untuk menyelamatkannya kita lakukan upaya. memperluas khasanah model pendidikan yang dipandang efektif. Apa yang pernah kita miliki dan nampak jelas hasilnya, apa salahnya kita manfaatkan lagi dengan segala modifikasinya sesuai dengan zaman sekarang.

Modal yang kita miliki masih adanya generasi tua (NW dan NA wreda) yang masih peduli dalam gerakan ini. Selain itu secara fisik dan kemampuan kita memiliki angkatan muda (keluarga Muhammadiyah maupun simpatisan) yang berketerampilan memandu, yang juga memiliki keikhlasan (kesukarelaan) berbakti demi gcncrasi penerus kita. Karenanya maka dengan dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan HW, Muhammadiyah akan lebih lengkap lagi memiliki wahana pcndidikannya. Meski Kepanduan merupakan arena pendidikan di luar sekolab/ keluarga, tetapi dengan modifikasi bentuk kerja sama tanpa meninggalkan karakter "secouting"-nya. maka Gerakan Kepanduan HW inasa kini dapat dijadikan media kelengkapan pendidikan Muhammadiyah yang menghidupkan hubungan yang harmonis antara pendidikan
informal (keluarga) dan pendidikan formal (sekolah). Hal ini dapat menjadi acuan pertimbangan dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan HW bagi Muhammadiyah.

0 komentar:

Post a Comment